·
Berfikir dengan Sangka
Baik (husnudzon)
Paradigma husnudzon (sangka baik) merupakan cara
berfikir dengan mengedepankan asumsi-asumsi kebaikan.
Berfikirlah mungkin
dia melakukannya karena mempunyai suatu alasan yang baik atau mungkin ada
kesalahpahaman. Tancapkan pemikiran bahwa hal seperti ini biasa terjadi dan
pasti ada jalan keluar atau solusinya.
·
Tetap tenang
Jangan ikut-ikutan
emosi. Berbahaya! Kondisi akan jadi tambah runyam bila kita ikut-ikutan emosi. Tenang
saja, tatap dia dengan keseriusan. Tapi, bukan tatapan menantang yaa… Apabila
curahan kemarahan ini terjadi hanya pada saat berdua. Itu hal yang bagus. Tapi,
bila peristiwanya terjadi di muka umum, mintalah
ia untuk berbicara empat mata saja dengan kita. Terkadang, di tempat umum
(public space) secara psikologis seseorang menempatkan karakter dirinya berbeda
saat ia berada di ruang pribadi (private space).
·
Kontrol diri
Jangan tergesa-gesa
menyalahkan orang yang sedang marah, apalagi sampai melakukan aksi balas marah.
Dan jangan sekalipun mengeluarkan pernyataan yang dapat memperkeruh suasana.
Ingat, kecakapan kita menahan emosi akan
membantu pencapaian solusi daripada ikut-ikutan marah. Apalagi, bila kita
bisa seperti ini. Tetap tenang dan
tersenyum menghadapi segalanya. Percayalah, orang-orang akan kagum. Di mata
mereka, kita seorang yang hebat. Di hati mereka, mereka pun akan berbisik kita
adalah orang yang layak untuk menjadi pemimpin. Opini ini akan menyebar menjadi
citra positif tentang diri kita. Seorang pemimpin adalah seorang yang tetap
tenang dan mengontrol diri ketika menghadapi masalah.
·
Hargai pihak lain
Seheboh apapun
kemarahannya, cobalah untuk menyimak dan mendengarkan isi kemarahannya. Karena
pasti amarahnya itu cukup beralasan. Perasaan menghargai akan tercermin dengan
mimik yang bersahabat, menerima dan menjadikan segala masukan sebagai alat
introspeksi diri.
·
Obyektif
Pikirkan di mana letak
persoalannya dan apa yang menjadi penyebab kemarahannya. Kemudian coba kita introspeksi, apa dan dimana
kelemahan Anda. Jika kita memang salah, kita harus bersedia mengakui
kesalahan kita.
·
Empati
Belajar untuk
merasakan perasaan orang lain. Biasa disebut kekuatan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain (power of
sharing another person feeling). Coba pahami penyebab kemarahannya. Apakah
karena kesalahan kita atau dia sendiri yang sedang bermasalah. Umpatan yang dia
lontarkan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, anggaplah sebagai salah satu kelemahannya.
Dengan demikian kita telah berempati padanya.
“Semoga Bermanfaat”
Wassalam,,
Widya Eka Kurniasari